Dua
hari aku meringkuk di atas bed-ku.
Aku sedang sakit, entah sakit apa yang dirasakan perutku ini. Tapi kusempatkan
membuka-buka lembaran Menyimak Kicau Merajut Makna-nya bang Salim A. Fillah. Dan kutemukan sebuah kisah yang begitu indah,
kisah keteladanan yang lagi-lagi, tiada tandingannya. Dengan segenap hati aku
bangun, dan ingin menuliskannya. Meski mungkin kisah ini sudah ada di
milis-milis orang lain, aku tetap ingin mengenangnya lewat jemariku..
Sigapnya sang Pemimpin (Keteladanana Rasulullah, mendidik sahabat Sa'd ibn Abi Waqqash)
Suatu
malam menjelang kedatangan pasukan Ahzab ke Madinah, demikian Sa’d ibn Abi
Waqqash berkisah, keadaan demikian mencekam. Sungguh tepat apa yang digambarkan
Allah; tak tetap lagi penglihatan kami dan hati serasa naik menyesak ke
kerongkongan (Surat Al Ahzab ayat 10).
Malam
itu aku terbangun dan ingat akan Rosulullah. Atas keinginanku sendiri aku
beranjak, lalu berjaga di dekat kediaman beliau. Saat aku disana, Rasulullah
bersabda dengan suara agak dikeraskan, “ Adakah lelaki shalih yang malam ini
sudi menjaga kami?”
Maka
aku segera menjawab, “Labbaika yaa
Rasulullah! Di sini Sa’d ibn Abi Waqash berjaga untukmu. Sesungguhnya yang
paling kusukai dari sabda beliau adalah kata-kata ‘lelaki shalih’. Semoga itu
enjadi doa untukku.
Beliau
keluar menemuiku dengan senyum tulusnya. Setelah memberikan arahan dan
memesankan nasehat, beliau masuk kembali. Di larut itu, tiba-tiba kudengar
bunyi keras menderu-deru dari ujung kota. Bergegas kunaiki kudaku dan kutuju
arah asal suara. Aku memacu kudaku. Sampai di satu tempat gelap, dari arah berlawanan
muncul bayangan penunggang kuda. Kusiapkan busur dan panahku. Ketika mendekat,
aku terkesiap. Ternyata dia Rasulullah! Aku bertanya, “Darimana engkau, ya
Nabi? Sungguh aku khawatir atas deru tadi! Aku khawatir pasukan musuh dalam
jumlah besar datang untuk menyerang Madinah. Mohon pulanglah dan izinkan aku
memeriksanya.”
Rasulullah
tersenyum padaku dan bersabda, “Tenangkan dirimu hai Sa’d. Aku telah
memeriksanya. Dan itu hanya suara angin gurun.
Aku
terperangah, takjub dan malu. Aku, si peronda, telah didahului oleh sang Nabi
yang kujaga dalam memeriksa kemungkinan bahaya.
Kisah
Sa’d ini menjadi pembelajaran indah. Bahwa sang Nabi meminta dijaga bukan
karena manja atau suka dilayani pengikutnya. Kesiagaan dan kegesitan beliau
bahkan lebih tinggi dari pada Sa’d yang meronda. Permintaan dijaga itu ternyata
pendidikan maknanya. Sungguh menakjubkan; pemimpin ini adalah pembawa
kedamaian, tak Cuma dalam kata, tetapi dengan tindakan yang didasari ketulusan.
Dan, kasih sayang agung yang membuat seluruh hidupnya terabdi untuk melayani,
tak menghalangi beliau untuk mendidik sahabatnya.
Deikian
sekelimut kisah, moga mengilhamkan kita untuk menjadi pembawa damai di hati
oarang-orang yang kita pimpin.
Salim
A. Fillah..
Masyaallah, yaa Rasulullah...!