Kamis, 29 Desember 2011

Muhasabah Dini Hari


Malam memang waktu yang istimewa. Di tengah meredanya aktifitas manusia, ketika setiap manusia mulai merebahkan diri mengambil waktu istirahat, disanalah instopeksi demi instropeksi mulai menjalari pikiran manusia. Apa-apa yang terjadi pagi hingga sore tadi terbayang-bayang dalam ingatan, dan mulailah manusia menjelajahi kehidupannya, menelaah yang telah terjadi dan yang seharusnya terjadi, kemudiaan merencanakan hari esok yang lebih baik. Sesibuk dan sepenat apapun manusia itu, selalu ada saat-saat dimana kenangan demi kenangan kembali dimunculkan untuk dijadikan pelajaran untuk menyongsong hari berikutnya.

Pun bagiku. Malam menjadi istimewa di tengah keheningannya yang mendamaikan. Hanya bisik-bisik alam yang menggema. Suara hewan-hewan malam, desiran angin, gemerisik daun, dan terkadang suara aliran air di parit-parit kecil, menciptakan harmoni alam yang menyenangkan. Seperti mendengar musik-musik instrumen khas gamelan, lembut dan meresap ke dalam sanubari.

Malam ini aku sedang bersemangat menulis. Karena tidak berbakat, aku berniat hanya menuliskan kisah-kisah kecil yang pernah kualami dalam hidupku. Namun entah mengapa, kisah itu menjadi panjang dan membosankan. Jika itu kusebut catatan, orang pasti akan malas membacanya. Maka kuputuskan untuk menghentikannya, dan semoga bisa kulanjutkan menjadi sebuah cerpen atau bahkan novel nantinya. Ah impianku, terlalu melambung kurasa.

Jadi malam ini, tidak ada kisah, hanya kemudian ketikan tanganku di tengah kelegaan hatiku menumpahkan semangatku, menuliskan sebuah tulisan yang mungkin hanya kidung pengantar tidur yang membosankan. Aku mengantuk, namun esok, aku harus kembali meninggalkan rumah dan berjalan dalam kesendirian lagi. Jadi aku masih ingin mendengarkan suara kerinduanku pada rumah ini, sampai aku puas melepaskannya esok hari. Sesekali, kuingat-ingat lagi perjalan hari ini, pantaskah aku untuk hari ini? Dan layakkah aku untuk esok hari?

Aku bahkan tak pernah begitu rutin setiap malam berdoa sebelum tidurku, bahkan meminta pada Tuhan, untuk menghidupkanku esok hari. Tapi Allah, Rabb Maha Agung, begitu asih memberiku sehari lagi esoknya, memberiku kesempatan lagi untuk memperbaiki diri, hingga kelak aku layak berpulang padaNya, dengan amalan sholeh yang banyak. Demikian pula esoknya, esoknya, hingga hari ini, aku masih memiliki usia yang dengannya aku bisa melihat orang-orang yang kusayangi, mendengar mereka menyayangiku, merasakan aku begitu takut untuk kehilangan mereka. Namun apakah aku sudah memanfaatkannya? Pertanyaan retoris kurasa. Aku malu untuk menjawabnya. Jika berani aku menghitungnya malam ini, tentu sudah kutemukan ketimpangan , bahwa kebaikanku tak lebih banyak dari keburukanku.

Namun kusyukuri benar hari ini, melihat wajah-wajah orang-orang yang kusayangi, masih menatapku dengan asih. Masih mampu kubersamai mereka, dan sedikit membuatku berarti di tengah kehidupan mereka, meski kuyakin, bahwa terkadang luka-luka pernah kugoreskan pada mereka.  Aku telah menjdi anak yang baik hari ini, menjadi saudara yang menyenangkan hari ini, menjadi teman yang setia hari ini.

Alunan harmoni malam ini, menemani ingatan demi ingatan ketika pernah dalam hidupku aku tak miliki kuasa melihat senyum mereka, membagi cinta kasih dengan mereka, memberi kesenangan bagi mereka. Namun hari ini, tiada sesempurna ini, kecuali atas izin-Nya.
Alhamdulillah, atas rahmat-Mu, ya Rahiim..


Mojokerto, 27/11/11 00:25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar