Kamis, 29 Desember 2011

Semaian cinta Az- Zahra



Lagu Good bye days gubahan penyanyi cantik negeri sakura, Yui, mengalun lembut  di earphone yang kudengar. Lagu ini benar-benar salam perpisahan yang syahdu. Di balik jendela kamar kontrakanku, hujan yang tadinya telah reda kembali menyerbu deras tanah di pulau garam ini. Menambah syahdu suasana senja, yang dingin dan sederhana. Sesederhana rumah kontrakan dua kamar, dengan dua kamar mandi, satu ruang tamu dan satu ruang tengah ini. Sesederhana hidup keluarga kecil ini, 10 pasukan pencari ilmu yang luar biasa, yang begitu leluasa belajar di rumah kecil ini. Sesederhana hujan yang menyelimuti rumah ini dengan kesejukan.

Siapakah yang begitu menyukai hujan? Aku, dan seorang saudara kamar ini, pemilik akun facebook bernama Istana Hujan Cloudeve. Namun tak kan ada yang mencintainya lebih dari aku. Jika hujan datang, maka sebuah pesta sedang dimulai. Doa-doa terpanjat mengiringi rintik-rintik yang jatuh ke tanah. Doa paling mendalam sore ini, sore yang tak sengaja kuhabiskan di kontrakanku. Pagi tadi aku telat hampir dua jam ke kantor magangku, karena suatu kejadian mendesak atas kelalaianku hari ini. Maka kuputuskan untuk pulang ke rumah hijauku yang teduh. Aku ingin tidur, menikmati bagaimana kipas angin baling-baling yang selalu setia mendinginkan hawa di kamarku. Doa itu, adalah doa untuk kebahagiaan rumah ini, doa untuk keberkahan dan keselamatan bagi penghuni rumah ini. Doa untuk saling menguatkan, agar kelak, ketika aku harus benar-benar tinggalkan rumah ini, masih ada energi luar biasa untuk menjadi sebaik ketika aku bersaudara dengan anak-anak di rumah ini.

Sedang asyik menulis, beranjak maghrib, ketika adzan akan segera berkumandang, suara panggilan datang, “ayok maem Yul,” suara sang pemilik Istana hujan. Sesorean tadi dia mendedikasikan dirinya di dapur, memasak sayur yang telah kering. Sayang, katanya. Tapi sebenarnya tak sesederhana itu. Ia memasak dengan volume yang lebih dari yang sebenarnya dia dan adiknya butuhkan untuk makan malam mereka. Ia memasak untuk kami semua, delapan penghuni Az Zahra yang memang doyanmakan. Apalagi jika sudah melingkar bersama, sambil sesekali bersenda tawa, makanan demi makanan akan terus maju mengisi piring-piring yang hampir kosong. Sampai kami benar-benar puas menyelesaikan pembicaraan tentang persaudaraan senja itu. Sebenarnya kami bersepuluh. Senior cupu pecinta baking life sedang tak ada. Ia sedang menyelesaikan hari-hari magangnya. Lalu seorang anak nakal bernama Frida, yang telah menjahili saudaranya, memangkas pendek poni rambut saudara sekamarnya, juga belum kembali ke peraduan.  (mewakili dek Frida, maafkan kenakalannya ya dek Ven)

Suara Eva, ibu ketua kontrakan datang. “hm, ayok berbuka. Senangnya tadi dapat sms dari ibu koki yang udah siapin makanan.” “iya ini dek aku udah masak,” sahut si koki. Sedetik kemudian aku tulis percakapan penuh cinta itu. Percakapan singkat yang sarat makna persaudaraan. Siapa yang tak iri dengan itu? Siapa yang tak ingin bersaudara seperti itu?
“mbak Yuli kemana?” suara itu melanjutkan. Aku selalu tahu, betapa saudaraku, selalu menyenangkan hatiku  dengan kerinduannya padaku. Bukannya aku GR, tapi benar-benar, jika aku sesekali mampir ke kontrakan untuk sekedar me-liqo’i mereka, wajah-wajah itu menyimpan ribuan sayang untukku. Padahal kusadari betul, rasa sayangku tak sebesar itu pada mereka. Adanya hanya omelan-omelan ibu kepala rumah tangga yang sok tua mengatur ini itu di kontrakan. Tapi masa itu sudah lalu, aku sudah pensiun. Maafkan aku saudara-saudaraku, atas omelan-omelan itu.
Jadilah sore ini, buka puasa bersama mewarnai kontrakan ini dengan menu yang tak seberapa, sayur sop dengan tempe berselimut tepung buatan sang koki, bandeng presto khas Gresik yang selalu berasal dari Rizka, mahasiswa PGSD yang rumahnya justru di Lamongan -yang ini memang agak aneh, bukannya dek Ayu yang asli Gresik yang membawanya (ini maksudnya nyindir sekaligus nodong)- ditambah mentimun cantik hasil irisan dek Yunita (dikau memang cantik secantik timun itu, dan memang ngangenin karena sudah jadi cerewet). Menu yang begitu mewah dan mengenyangkan kami. Menjadi teringat kisah, ketika Rosulullah makan bersama sahabat-sahabatnya, meski makanan yang secara material jumlahnya sedikit, bisa menjadi cukup, mengenyangkan, dan bahkan berlebih. Memang tak pantas lingkaran ini disamakan dengan makan bersama Rosulullah yang mulia. Tapi itulah yang terasa, kenyang, senang, dan merasa menang hari ini, semoga berkah Allah, menyertai makanan-makanan kami.
Aku makan di sebelah Mirza yang pendiam. Tapi diam-diam, aku tahu makannya paling banyak. Hihihi.

“wah, sudah lama ya gak makan sama-sama kayak gini,” kataku di sela perjalanan dinner ini. “waahh,, mbak Yuli,” demikianlah koor jawaban membuatku tersenyum juga, karena kata mereka kemudian, mereka selalu melewatkan waktu makan dengan cara seperti ini, sayangnya memang ketika aku tidak ada.
Hal pentingnya adalah, sore ini ditutup dengan sholat berjamaah, tadarus, taujih, dan berfoto. Yah, berfoto termasuk dalam draft agenda penting pasukan narsis disini. Dengan beberapa upaya, akhirnya HP nokia X2 milik ibu ketua bisa mengabadikan kenarsisan az Zahra dengan menggunakan Timer.Termasuk sang fotografer amatir bisa ikut nampang yah.
Namun yang lebih penting dari ini, ketika kami saling mengingatkan tentang kehidupan. Tentang bagaimana kami memperlakukan masalah, ketika dimana kami meletakkan masalah. Berbagi rasa, berbagi cerita, di lingkaran kami yang selanjutnya. Evaluasi sederhana, yang singkat tentang kecintaan kami pada rumah kami. Rumah yang bukan kumpulan ibu-ibu PKK, namun kumpulan orang-orang hebat penggerak LBB Az Zahra. Motivasi dalam turut serta mencerdaskan bangsa (ini pesan UUD lho ya).

Pembicaraan penting selanjutnya, yang kemudian memberi ide luar biasa; ada program Pakai Rok Seharian, di hari Senin dan Kamis.

Ini tulisan tentang apa ya? Ini bukan fiksi.Tulisan ini tentang bagaimana aku, mengabadikan kenangan di rumah ini untuk kelak kubawa di masa depan, sebagai kenangan yang menguatkanku, bahwa aku pernah, memiliki saudara-saudara yang luar biasa ini, yang penuh cinta, yang saling pengertian, yang saling menguatkan. Sudah hampir habis masaku untuk menjadi penghuni rumah ini, menikmati kenangan demi kenangan di rumah ini. Bahkan sekarang, jarang aku luangkan waktu untuk berada disini mendengar suara-suara speaker masjid, suara-suara geluduk, suara tawa nenek lampir, dan suara-suara lainnya, yang begitu terngiang-ngiang ketika aku tiada disini.

Lagu perpisahan yang syahdu kuputar lagi,
Dakara ima ai ni yuku, sou kimetanda, Poketto no kono kyoku wo kimi ni kikasetai, Sotto boryumo wo agete tashikamete mitayo..
OH GOODBYE DAYS ima,Kawari ki ga suru, Kinou made ni SO LONG..
_Ada alasannya mengapa sekarang aku memutuskan untuk menemuimu, Aku ingin memperdengarkan padamu sepotong lagu dalam sakuku ini, Sambil pelan-pelan menaikkan suaranya, untuk memastikan semua baik-baik saja..
Sekarang, hari perpisahan, Aku tahu perasaan ini akan berubah, Sampai kemarin (hari-hari yang kami lalui terasa) begitu lama.._

Belum saatnya aku pergi, waktunya belum datang, maka aku masih disini saudaraku, untuk hidup dan tinggal beberapa saat lagi dengan kalian. Tiada yang lebih menyenangkan, dan lebih kurindukan. Semoga waktu tak segera mengambil kesempatan ini. Dan semoga kalian masih bisa bersabar denganku.

 Tulisan ini ditutup dengan memakan gorengan dan jemblem hasil sumbangan dek Rizka dan dek Ayu. Belum selesai, masih ada kalimat terakhir mereka yang begini;

Rizka: “uwes mbak, maemen, cek sampean tambah lemu” (udah mbak, makan saja, biar mbak tambah gemuk)
Ayu  : “mbak Yuli. loh nakndi wonge? Iki loh mbak tak ke’i jemblem, cek sampean podo mbek aku(mbak Yuli, loh kemana orangnya? Ini loh mbak aku kasih jemblem, biar sama denganku).
Aku  : “iya, biar sama-sama jadi jemblem kayak makanannya”

Hadeh, gawats…

Az  Zahra-Telang, Bangkalan
28 November 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar