Pernah
mendengar pantai Lombang? Pantai dengan cemara udang yang tercatat sebagai satu
dari dua pantai saja di dunia ini yang memiliki cemara udang. Keren kan? Tempatnya
pasti di luar negeri ya? Ah, siapa
bilang kalau yang indah dan ajaib tak pernah ada di Indonesia. Ini buktinya.
Pantai Lombang, pantai cemara udang, Sumenep |
Pantai
Lombang berada kurang lebih 30 km dari kota Sumenep. Dalam peta, pantai lombang
terletak di ujung utara pulau Madura. Akses ke pantai yang cantik ini tak
sulit. Bahkan terbilang mudah dengan papan penunjuk yang sudah tersebar di
berbagai sudut kota Sumenep. Jalanan yang dilalui pun tidak memiliki banyak
cabang, sehingga kemungkinan kesasar akan
sangat kecil.
Pantai
ini menjadi andalan wisata masyarakat Madura, khususnya masyarakat Sumenep.
Meski jauh dari perkotaan, tak akan ada kekecewaan jika bisa sampai ke pantai
ini. Pantai Lombang satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon
cemara udang. Pada umumnya, cemara tumbuh subur di daerah pegunungan. Tapi disini,
cemara dengan akar-akar yang menjulang cantik sangat memanjakan mata. Untuk ukuran
pantai, tempat ini sangat indah
dijadikan background berfoto. Bahkan ketika pertama kesini dengan
teman-teman kuliahku, banyak yang bermimpi bisa foto prewedding disini, hihihi.
Berangkat
pukul 05.30 WIB, ketika mentari mulai menyingsing di Timur, aku dan keluargaku
melaju dengan Carry keluaran tahun
2000. Kami melewati selat Madura di atas jembatan Suramadu. Menghadapkan wajah
ke Timur, cahaya matahari terbit berkilauan di atas air laut yang terhampar. Sambutan
yang sungguh hangat pagi ini, di antara keceriaan sepupu-sepupuku. Akulah
inisiator untuk mengunjungi pantai ini. Setelah pertama kali kesana 3 tahun
lalu, di awal masa kuliahku dulu, aku jatuh cinta dan berjanji akan kembali ke
pantai ini.
Keluar
dari jembatan Suramadu, sekitar 15 Km kemudian kami baru benar-benar keluar
dari tol Suramadu. Kemudian kami menyusuri jalanan panjang ke Timur, melewati
kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, hingga Sumenep. Kami melalui jalan di
sepanjang garis laut pulau Madura, sehingga pemandangan selama kurang lebih 5
jam itu kebanyakannya adalah hamparan laut.
Pulau
Madura, meski masih jarang penduduk tak kalah memukau layaknya kehidupan di
wilayah Indonesia yang lain. Banyak keunikan yang bisa dilihat dari masyarakat
Madura, aktifitas di pasar tumpah atau
biasa disebut pasaran misalnya. Hampir
di setiap kabupaten, pasaran selalu
ada, tapi diambil di hari-hari tertentu saja. Pasaran tidak diadakan setiap hari, melainkan pada hari yang telah
ditetapkan, sehingga bisa dipastikan, pasar ini akan ramai dan memadati jalan.
Yang
paling aku suka adalah ketika melintasi pantai Camplong di Sampang, di wilayah
ini, ikan-ikan segar hasil tangkapan laut langsung didistribusikan di pasar
Camplong. Bau amis khas ikan segar sangat menggoda untuk dilirik. Jika sempat,
beli saja, dijamin nikmat disantap. Karena laut disana bisa dibilang masih
alami, belum banyak tercemar, ikan-ikannya pasti segar.
Tepat
pukul 11.30 kami sampai di tujuan kami. Perjalanan yang sungguh melelahkan ya. Bayangkan,
untuk ke satu pantai saja harus duduk selama 5 jam di dalam mobil. Itu untuk
berangkatnya saja, belum kepulangan kami kemudian. Total kami menghabiskan
waktu 10 jam hari Minggu ini untuk berwisata kemari. Namun seakan dibayar
lunas, kelelahan kami di barter dengan panorama alam yang memukau.
Cemara udang yang rimbun |
Pantai yang sungguh ramah untuk berpiknik |
Hamparan
pasir yang putih membentang dari Timur hingga Barat. Pasir ini sungguh lembut. Jika
digenggam, teksturnya halus seperti debu, mudah sekali terhembus angin pantai. Sementara
di sepanjang bibir pantai, pohon-pohon cemara udang tumbuh subur dan rindang,
menjadi sandaran yang sangat nyaman bagi para pengunjung.
Keluargakupun
menggelar perlengkapan piknik kami. Sebuah tikar besar, rantang makanan,
piring, hingga termos air panas untuk membuat kopi dan mie kami hampar di bawah
sebuah pohon cemara. Tanteku sengaja menyiapkan semua ini demi kelancaran perjalanan
ini. Karena yang sebelumnya kami dengar, pantai Lombang ini masih sepi
pedagang. Benar saja, dengan jumlah pengunjung yang tak terlalu banyak,
warung-warung kecil di sekitar pantai hanya menyediakan kopi, teh, minuman
rasa, kelapa muda, dan rujak khas Madura dengan petis khasnya yang asin, Petis
Madura.
Menurut
beberapa sumber, pantai ini belum dikelola dengan baik untuk dijadikan tempat
wisata. Sungguh sayang rasanya, tempat seindah ini belum sampai ke wacana publik
sebagai objek wisata yang menguntungkan. Bahkan, karena tidak adanya perawatan
yang baik, pantai ini mulai kotor oleh sampah-sampah yang di buang manusia. Sungguh
disayangkan.
Pasir pantai yang putih dan lembut |
Kenyang
sarapan, kami menuju tempat ganti yang juga sudah di bangun di pinggir pantai
ini. Aku dan sepupu-sepupuku meniatkan untuk bermain air. Sungguh sayang jika
sampai melewatkan moment mandi di
pantai ini. Pasirnya yang halus tidak menyakiti kulit sama sekali. Airnya yang
hangat pun terasa menyenangkan. Ditambah ombak yang datang kecil-kecil,
menyegarkan kami yang bercanda tawa di pantai ini.
Mandi yang menyenangkan setelah 5 jam perjalanan |
nice vacation here |
Pada
hari Minggu kedatangan kami ini, pengunjung cukup ramai berdatangan. Namun
menjelang tengah hari, perlahan-lahan pantai mulai sepi. Entah apa penyebabnya,
mungkin mendung, pengunjung secara teratur menghilang. Pada saat itulah, aku
menyewa kuda untuk berkeliling di pantai ini. Dengan membayar Rp 10.000,- aku
di bawa keliling menaiki kuda kecil yang tangguh menopang tubuhku. Sungguh pengalaman
berkuda yang menyenangkan, dengan panorama alam yang memesona. Objek wisata satu ini tergolong sangat murah, tanpa biaya parkir ataupun tiket masuk. Bahkan harga makanannya standar seperti yang di jual di sekitar tempat tinggal kita.
bergantian naik kuda dengan saudara yang lain |
Akar-akar cemara udang yang cantik |
momment yang indah tak akan lewat begitu saja |
Pohon-pohon yang tak hanya rindang, tapi juga cantik |
Setelah
puas bermain air, aku kembali ke ruang ganti dan mengambil beberapa gambar
sebagai kenang-kenangan. Aku menyempatkan diri meminum dan makan kelapa muda langsung
dari buahnya. Sungguh segar dan nikmat.
Sebelum
pulang, aku dan keluargaku juga menyempatkan melihat-lihat bibit dan pokok
cemara yang diperjualbelikan disana. Penduduk memanfaatkan sajian alam ini untuk
mencari penghasilan. Cukup dengan sepuluh sampai tiga puluh ribu, pengunjung bisa
membawa cemara yang telah di bonsai.
Nah,
seru kan perjalanan kali ini. Meski jauh, tak akan menyesal jika bisa sampai ke
pantai ini. Semoga pantai ini segera memiliki manajemen yang baik, sehingga
menjadi objek wisata yang ramai dan terkenal hingga manca negara.
Pohon - pohon cemara |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar