Senin, 09 Januari 2012

Eksotisme Bali - Lombok - NTB

Nah, sekarang waktunya aku menepati janji. Waktunya aku bercerita tentang perjalanan pulang ke tanah kelahiranku. Setiap kali aku pulang ke kampung halamanku di Dompu, NTB, selalu aku mengeluh akan jauhya tempat itu. Tapi, eksotisme alam yang kulewati selama itu benar-benar indah, sepadan dengan lelah yang mestinya terbayar.
Sebenarya, di zaman praktis seperti ini, tak perlu selama 36 jam aku duduk di bus untuk sampai ke desaku. Namun karena aku phobia dengan pesawat, aku belum pernah memiliki sedikitpun niat untuk pulang denganya. Aku lebih bahagia jika di beri ongkos naik bus, ketimbang harus merasa ketakutan sepanjang jalan. Naik bus sebenarnya tidak menjadi pilihan yang mudah. Rasa bosan dan lelah akan selalu menghantui. Terlebih jika bus agak lambat dan sering berhenti, rasanya sangat mengesalkan. Bus, selalu ada cerita kan untuk setiap perjalanan?
Let’s go guys..
Dari Surabaya, aku membeli tiket di kisaran harga 400 ribu hingga 500 ribu untuk rute Surabaya-Dompu. Biasanya aku memesannya via telepon ke agen langganan. Kalau tidak, aku bisa pergi langsung ke loket di terminal Purabaya (Bungurasih) atau langsung menawar di atas bus (ini alternatif supaya dapat harga lebih murah loh). Biasanya untuk layanan bus seperti ini, jadwal berangkatnya berkisar antara pukul 14.00 – 17.00 WIB.
Untuk yang jago travelling, aku sarankan estafet. Dari Surabaya bisa naik kereta atau bus ke Banyuwangi, terus naik kapal ke Bali, menumpang bus hingga terminal Ubung, mencari lagi bus Jurusan Mataram, dan dari Mataram naik bus hingga Dompu. Ini jauh lebih murah, tapi agak ribet dan melelahkan. Waktunya juga nggak pasti. Tapi pasti lebih seru dan lebih bisa menikmati perjalanan kok. Dulu ketika kecil, ayahku pernah sekali mengajakku melakukan perjalanan seperti ini. Aku yang masih tak tahu apa-apa, enjoy saja ketika diajak ayahku berlari-lari mengejar kapal (emang bisa?). Meski sudah berlari, ayahku tetap ketinggalan kok. Seingatku dulu, aku memang lebih bisa memerhatikan ruas jalan ketika naik angkot di kota Mataram, namun harus rela bersesakan dengan banyak orang. Maklum, kendaraan umum masih sepi kala itu.
Ini untuk rute bus ya. Cerita kepulanganku ini tahun 2009 lalu. Aku pulang bersama ibuku. Aku sempat membawa kamera, sehingga aku bisa beberapa kali mengambil gambar. Sayangnya hanya sedikit yang hasilnya bagus.
Jika berangkat dari Surabaya sore hari, sekitar tengah malam bus akan berhenti untuk makan malam. Ada yang makan malamnya di sekitar Paiton, Situbondo, ataupun Bnyuwangi. Karena malam, sulit sekali mengambil gambar, apalagi jika bus sedang melaju. Tapi sebenarnya ada pemandangan indah yang selalu ingin aku saksikan, PLTU di Paiton. Sungguh, lampu-lampu kecil berwarna kuning yang bertaburan terlihat sangat indah. Seperti bintang yang sangat dekat. Tempatnya di bibir pantai, dengan tinggi bangunan yang mungkin belasan lantai. Pekerja yang berseliweran terlihat seperti orang-orangan plastik yang ukurannya sangat kecil. Selama 5 menit, lampu-lampu terang itu bisa dinikmati di sepanjang jalan yang berliku dan sedikit naik dan turun. Benar-benar buah karya manusia yang menawan. Terima kasih Allah, yang telah membimbing manusia untuk menciptakan karya sehebat itu.
Selanjutnya bus akan menyebrang dari pelabuhan Ketapang, Banyuwangi ke pelabuhan Gilimanuk, Bali. Pelayaran ditempuh kurang lebih 1 jam 30 menit. Selama di atas kapal, aku biasanya menghabiskan waktu di luar, maksudku di bagian kapal yang terbuka. Merasakan angin laut malam hari yang dingin, tapi degan memandangi kerlap-kerlip lampu di daratan yang samar-samar sungguh menyenagkan. Biasanya aku membeli pop mie untuk menghangatkan. Meski lewat tengah malam, makan di kala itu terasa asyik.
Setelah dari Gilimanuk, selanjutnya bus menuju ke Terminal Ubung. Eksotisme Bali tak terlalu bisa dinikmati malam hari seperti ini. Bangunan khas Bali yang penuh ukir-ukiran hanya bisa dilihat dari lampu-lampu kecil yang remang-remang di sepanjang jalan maupun rumah penduduk. Selanjutnya sekitar Shubuh, kita akan sampai di Pelabuhan Padang Bai. Biasanya berhenti disini agak lama, sambil sholat Shubuh dan menunggu kapal. Baru ketika matahari agak meninggi bus masuk kapal, dan kami pun berlayar. 
Bertolak dari Padang Bai, Bali
Laut dan langit yang membiru, panorama yang menyegarkan
Kali ini adalah penyebrangan ke-2 sekaligus yang terpanjang menuju desaku. 4 hingga 5 jam di atas kapal terkadang menjemukan. Tapi tak seperti yang kurasa kala itu. Di tengah perjalanan, langit menjadi mendung. Awan yang mengabu-abu terhampar di depan, dan hujan pun mengguyur. Rasanya ngeri, ketika kapal agak terombang-ambing, terlebih ketika kapal sedang berada di tengah lautan yang pasti sangat dalam dan jauh dari daratan. Syukurlah hanya sebentar saja. Selanjutnya, Matahari yang bersinar di sebelah Timur kapal sangat cemerlang, di tutupi awan kecil yang Nampak menggantung. Ketika aku berpaling ke barat, sebuah pelangi membentang di perairan ini. Wow, sungguh fantastis pemandangan ini. Ah, Tuhan memang selalu punya rencana di balik setiap guncangan. Aku mendapatkan dua pemandangan indah sekaligus. Aku menjadi teringat sebuah ayat, “Dan sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Stelah kesulitan ada kemudahan. (QS. Al- Insyirah 5-6). Setelah satu guncangan, ada dua kebaikan. Nyambung kan? Kalau nggak ya disambung-sambungin aja lah.
Langit yang tiba-tiba gelap di laut antara Bali-Lombok
Awan yang gelap
Langit Timur kemudian cerah
dan cahaya yang menawan menerobos awan
Di Barat masih gelap, namun sepotong pelangi membentang
Pulau eksotis selanjutnya menanti. Di sekitar pelabuhan Lembar, dengan suasana yang masih tak jauh dengan Bali, kita masih bisa melihat bangunan-bangunan yang berukiran seperti rumah-rumah di Bali. Tanah Pulau Lombok sangat subur. Hawanya dingin dan segar, di tumbuhi banyak pepohonan di sepanjang jalan. Pulau ini meski sudah ramai penduduk masih menawarkan keasrian. Maka dari itu, tak jarang turis asing mampir kesini.
Sekitar 1 jam dari pelabuhan Lembar, biasanya siang atau sore hari bus sampai di terminal Bertais, Mataram, sebelum akhirnya melaju ke pulau berikutnya, Pulau Sumbawa. Ketika kapal akan segera bertolak menuju pelabuhan Kayangan, Sumbawa, kameraku menangkap hamparan pegunungan yang mengelilingi gunung menawan milik pulau Lombok, Rinjani. Di sekelilingnya, lautan yang biru nampak sangat menyegarkan. Perpaduan warna yang kontras, namun serasi. Gunung ini sangat terkenal. tak hanya di kalangan pecinta gunung dan pendaki, tapi juga di kalangan wisatawan biasa dan wisatawan asing. Entah seperti apa rupanya jika dari dekat, suatu saat aku ingin melihatnya.
Rinjani yang agung

Senja di kaki Rinjani
Sampai di Sumbawa, suasana agak berbeda. Tanah di Sumbawa berbatu dan terlihat sangat gersang jika kemarau. Pegunungan di pulau ini memang di dominasi oleh batu, sehingga jarang sekali terlihat menghijau, karena tanaman sukar tumbuh. Namun, tawaran keindahan belum berakhir. Perjalanan yang indah masih berlanjut.
Perairan Lombok
Kayangan, Sumbawa
Saat kembali, sempat bertemu sunrise di Sumbawa
 Sampai di pulau ini biasanya menjelang Maghrib. Untuk menuju kotaku masih bersisa waktu 6 jam perjalanan. Biasanya tengah malam aku baru sampai di rumah. Namun pernah, ketika bus terlambat, sudah meninggi sang matahari baru aku sampai di rumah. Dan ketika itulah aku tahu, bahwa Sumbawa adalah gugusan gunung yang dihubungkan oleh jalanan yang berliku. Untuk sampai ke kotaku, Dompu, harus mengitari satu gunung ke gunung lainnya. Benar-benar menakjubkan, ketika jalanan mulai menanjak dan berliku, terlihat bahwa sekeliling gunung-gunung ini dikitari oleh lautan. Dari atas, air laut yang bersinar ditimpa sinar matahari sangat memanjakan mata. Selanjutnya jika sedang di bawah, perahu-perahu nelayan di shubuh hari terlihat merambat perlahan-lahan, dan ketika menengok ke atas, jalanan yang akan dilalui terlihat jelas, tinggi dan berliku. Benar-benar perjalanan yang fantastis.

 Selanjutnya, akan tibalah bus di depan rumahku yang berada di depan jalan raya. Sebenarya bukan rumahku, tapi rumah keluargaku. Tapi ini desaku, dan aku memilikinya seutuhnya.
If you want to join me, just call me, okay?..

Tambahan foto, sekilas desaku..
Padi tumbuh subur di musim penghujan
Gugusan gunung
Aktifitas anak-anak pulau Sumbawa
Kuda adalah hewan yang paling terkenal di Pulauku
Kebun yang membuat rindu
Anak-anak yang giat
 Foto-foto ini di ambil dengan kamera digital keluaran lama, jadi belum maksimal untuk mengabadikan keindahan sesungguhnya. Semoga suatu saat punya kamera profesional, agar bisa bercerita lebih dalam. Amin.

Yuli Ramahayu,
Bangkalan, 09 Januari 2012 

1 komentar:

  1. salam kenal mbak yuli...aq berencana mau ke dompu.posisiq di malang.menurut mbak sebaiknya aq naik bis dari malang atau dari surabaya?apa nama bisnya? dan kira" di tengah jalan di oper atau tidak.karena dari cerita' ada yg bilang di tengah jalan di oper bis jadix repot kan.ini perjalanan pertamaku ke NTB. terima kasih sebelumnya

    BalasHapus