Nah, sekarang waktunya aku menepati
janji. Waktunya aku bercerita tentang perjalanan pulang ke tanah kelahiranku. Setiap
kali aku pulang ke kampung halamanku di Dompu, NTB, selalu aku mengeluh akan
jauhya tempat itu. Tapi, eksotisme alam yang kulewati selama itu benar-benar
indah, sepadan dengan lelah yang mestinya
terbayar.
Sebenarya, di zaman praktis seperti
ini, tak perlu selama 36 jam aku duduk di bus untuk sampai ke desaku. Namun
karena aku phobia dengan pesawat, aku
belum pernah memiliki sedikitpun niat untuk pulang denganya. Aku lebih bahagia
jika di beri ongkos naik bus, ketimbang harus merasa ketakutan
sepanjang jalan. Naik bus sebenarnya tidak menjadi pilihan yang mudah. Rasa
bosan dan lelah akan selalu menghantui. Terlebih jika bus agak lambat dan
sering berhenti, rasanya sangat mengesalkan. Bus, selalu ada cerita kan untuk setiap perjalanan?
Let’s
go guys..
Dari Surabaya, aku membeli tiket di
kisaran harga 400 ribu hingga 500 ribu untuk rute Surabaya-Dompu. Biasanya aku
memesannya via telepon ke agen langganan. Kalau tidak, aku bisa pergi langsung
ke loket di terminal Purabaya (Bungurasih) atau langsung menawar di atas bus (ini
alternatif supaya dapat harga lebih murah loh).
Biasanya untuk layanan bus seperti ini, jadwal berangkatnya berkisar antara
pukul 14.00 – 17.00 WIB.
Untuk yang jago travelling, aku sarankan estafet. Dari Surabaya bisa naik kereta
atau bus ke Banyuwangi, terus naik kapal ke Bali, menumpang bus hingga terminal
Ubung, mencari lagi bus Jurusan Mataram, dan dari Mataram naik bus hingga
Dompu. Ini jauh lebih murah, tapi agak ribet dan melelahkan. Waktunya juga nggak pasti. Tapi pasti lebih seru dan
lebih bisa menikmati perjalanan kok. Dulu
ketika kecil, ayahku pernah sekali mengajakku melakukan perjalanan seperti ini.
Aku yang masih tak tahu apa-apa, enjoy saja
ketika diajak ayahku berlari-lari mengejar kapal (emang bisa?). Meski sudah
berlari, ayahku tetap ketinggalan kok.
Seingatku dulu, aku memang lebih bisa memerhatikan ruas jalan ketika naik angkot di kota Mataram, namun harus rela
bersesakan dengan banyak orang. Maklum, kendaraan umum masih sepi kala itu.
Ini untuk rute bus ya. Cerita kepulanganku
ini tahun 2009 lalu. Aku pulang bersama ibuku. Aku sempat membawa kamera,
sehingga aku bisa beberapa kali mengambil gambar. Sayangnya hanya sedikit yang
hasilnya bagus.
Jika berangkat dari Surabaya sore hari,
sekitar tengah malam bus akan berhenti untuk makan malam. Ada yang makan
malamnya di sekitar Paiton, Situbondo, ataupun Bnyuwangi. Karena malam, sulit
sekali mengambil gambar, apalagi jika bus sedang melaju. Tapi sebenarnya ada
pemandangan indah yang selalu ingin aku saksikan, PLTU di Paiton. Sungguh,
lampu-lampu kecil berwarna kuning yang bertaburan terlihat sangat indah. Seperti
bintang yang sangat dekat. Tempatnya di bibir pantai, dengan tinggi bangunan
yang mungkin belasan lantai. Pekerja yang berseliweran terlihat seperti
orang-orangan plastik yang ukurannya sangat kecil. Selama 5 menit, lampu-lampu
terang itu bisa dinikmati di sepanjang jalan yang berliku dan sedikit naik dan
turun. Benar-benar buah karya manusia yang menawan. Terima kasih Allah, yang
telah membimbing manusia untuk menciptakan karya sehebat itu.
Selanjutnya bus akan menyebrang dari pelabuhan
Ketapang, Banyuwangi ke pelabuhan Gilimanuk, Bali. Pelayaran ditempuh kurang
lebih 1 jam 30 menit. Selama di atas kapal, aku biasanya menghabiskan waktu di
luar, maksudku di bagian kapal yang terbuka. Merasakan angin laut malam hari
yang dingin, tapi degan memandangi kerlap-kerlip lampu di daratan yang
samar-samar sungguh menyenagkan. Biasanya aku membeli pop mie untuk menghangatkan. Meski lewat tengah malam, makan di
kala itu terasa asyik.
Setelah dari Gilimanuk, selanjutnya bus
menuju ke Terminal Ubung. Eksotisme Bali tak terlalu bisa dinikmati malam hari
seperti ini. Bangunan khas Bali yang penuh ukir-ukiran hanya bisa dilihat dari
lampu-lampu kecil yang remang-remang di sepanjang jalan maupun rumah penduduk.
Selanjutnya sekitar Shubuh, kita akan sampai di Pelabuhan Padang Bai. Biasanya
berhenti disini agak lama, sambil sholat Shubuh dan menunggu kapal. Baru ketika
matahari agak meninggi bus masuk kapal, dan kami pun berlayar.
Bertolak dari Padang Bai, Bali |
Laut dan langit yang membiru, panorama yang menyegarkan |
Kali ini adalah penyebrangan ke-2 sekaligus yang terpanjang
menuju desaku. 4 hingga 5 jam di atas kapal terkadang menjemukan. Tapi tak
seperti yang kurasa kala itu. Di tengah perjalanan, langit menjadi mendung. Awan
yang mengabu-abu terhampar di depan, dan hujan pun mengguyur. Rasanya ngeri, ketika kapal agak
terombang-ambing, terlebih ketika kapal sedang berada di tengah lautan yang
pasti sangat dalam dan jauh dari daratan. Syukurlah hanya sebentar saja. Selanjutnya,
Matahari yang bersinar di sebelah Timur kapal sangat cemerlang, di tutupi awan
kecil yang Nampak menggantung. Ketika aku berpaling ke barat, sebuah pelangi
membentang di perairan ini. Wow,
sungguh fantastis pemandangan ini. Ah,
Tuhan memang selalu punya rencana di balik setiap guncangan. Aku mendapatkan
dua pemandangan indah sekaligus. Aku menjadi teringat sebuah ayat, “Dan sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan. Stelah kesulitan ada kemudahan. (QS. Al- Insyirah 5-6). Setelah
satu guncangan, ada dua kebaikan. Nyambung
kan? Kalau nggak ya disambung-sambungin aja lah.
Langit yang tiba-tiba gelap di laut antara Bali-Lombok |
Awan yang gelap |
Langit Timur kemudian cerah |
dan cahaya yang menawan menerobos awan |
Di Barat masih gelap, namun sepotong pelangi membentang |
Pulau eksotis selanjutnya menanti. Di sekitar
pelabuhan Lembar, dengan suasana yang masih tak jauh dengan Bali, kita masih
bisa melihat bangunan-bangunan yang berukiran seperti rumah-rumah di Bali.
Tanah Pulau Lombok sangat subur. Hawanya dingin dan segar, di tumbuhi banyak pepohonan
di sepanjang jalan. Pulau ini meski sudah ramai penduduk masih menawarkan
keasrian. Maka dari itu, tak jarang turis asing mampir kesini.
Sekitar 1 jam dari pelabuhan Lembar, biasanya
siang atau sore hari bus sampai di terminal Bertais, Mataram, sebelum akhirnya
melaju ke pulau berikutnya, Pulau Sumbawa. Ketika kapal akan segera bertolak menuju
pelabuhan Kayangan, Sumbawa, kameraku menangkap hamparan pegunungan yang
mengelilingi gunung menawan milik pulau Lombok, Rinjani. Di sekelilingnya,
lautan yang biru nampak sangat menyegarkan. Perpaduan warna yang kontras, namun
serasi. Gunung ini sangat terkenal. tak hanya di kalangan pecinta gunung dan pendaki,
tapi juga di kalangan wisatawan biasa dan wisatawan asing. Entah seperti apa
rupanya jika dari dekat, suatu saat aku ingin melihatnya.
Rinjani yang agung |
Senja di kaki Rinjani |
Sampai di Sumbawa, suasana agak
berbeda. Tanah di Sumbawa berbatu dan terlihat sangat gersang jika kemarau. Pegunungan
di pulau ini memang di dominasi oleh batu, sehingga jarang sekali terlihat
menghijau, karena tanaman sukar tumbuh. Namun, tawaran keindahan belum berakhir.
Perjalanan yang indah masih berlanjut.
Perairan Lombok |
Kayangan, Sumbawa |
Saat kembali, sempat bertemu sunrise di Sumbawa |
Sampai di pulau ini biasanya menjelang
Maghrib. Untuk menuju kotaku masih bersisa waktu 6 jam perjalanan. Biasanya tengah
malam aku baru sampai di rumah. Namun pernah, ketika bus terlambat, sudah
meninggi sang matahari baru aku sampai di rumah. Dan ketika itulah aku tahu,
bahwa Sumbawa adalah gugusan gunung yang dihubungkan oleh jalanan yang berliku.
Untuk sampai ke kotaku, Dompu, harus mengitari satu gunung ke gunung lainnya. Benar-benar
menakjubkan, ketika jalanan mulai menanjak dan berliku, terlihat bahwa sekeliling
gunung-gunung ini dikitari oleh lautan. Dari atas, air laut yang bersinar
ditimpa sinar matahari sangat memanjakan mata. Selanjutnya jika sedang di
bawah, perahu-perahu nelayan di shubuh hari terlihat merambat perlahan-lahan,
dan ketika menengok ke atas, jalanan yang akan dilalui terlihat jelas, tinggi
dan berliku. Benar-benar perjalanan yang fantastis.
Selanjutnya, akan tibalah bus di depan
rumahku yang berada di depan jalan raya. Sebenarya bukan rumahku, tapi rumah
keluargaku. Tapi ini desaku, dan aku memilikinya seutuhnya.
If
you want to join me, just call me, okay?..
Tambahan foto, sekilas desaku..
Padi tumbuh subur di musim penghujan |
Gugusan gunung |
Aktifitas anak-anak pulau Sumbawa |
Kuda adalah hewan yang paling terkenal di Pulauku |
Kebun yang membuat rindu |
Anak-anak yang giat |
Foto-foto ini di ambil dengan kamera digital keluaran lama, jadi belum maksimal untuk mengabadikan keindahan sesungguhnya. Semoga suatu saat punya kamera profesional, agar bisa bercerita lebih dalam. Amin.
Bangkalan, 09 Januari 2012
salam kenal mbak yuli...aq berencana mau ke dompu.posisiq di malang.menurut mbak sebaiknya aq naik bis dari malang atau dari surabaya?apa nama bisnya? dan kira" di tengah jalan di oper atau tidak.karena dari cerita' ada yg bilang di tengah jalan di oper bis jadix repot kan.ini perjalanan pertamaku ke NTB. terima kasih sebelumnya
BalasHapus